AKSES INFORMASI DESA MELALUI SID WUJUD IMPLEMENTASI UU DESA NO. 6 TH. 2014

  • Jul 11, 2018
  • jali

A. DASAR HUKUM SID (SISTEM INFORMASI DESA

Pasal 86 UU no. 6 Tahun 2014

~ Undang-Undang Tentang Desa pasal tentang Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan ~

    1. Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
    2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan
  • Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.
  • Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.
  • Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan.
  • Pemerintah Daerah Kabuten/Kota menyediakan informasi perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota untuk Desa (SUMBER : https://sideka.id/ )
Sebagaimana kita ketahui bahwa pengaturan desa telah berkembang sangat dinamis. Di masa kekuasaan Orde Baru, desa tidak lebih sebagai “alas kaki” kekuasaan (baca: suatu rejim), sehingga desa tidak punya ruang kesempatan yang cukup untuk bergerak, berkembang dan mengambil inisiatif yang didasarkan pada potensi dan partisipasi masyarakat. Penyeragaman langkah merupakan kisah yang mengikuti tumbuh kembang desa di masa Orde Baru. Penyeragaman (bagian menimbang UU No.5 tahun 1979 menyatakan: bahwa sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kedudukan pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat yang masih berlaku untuk memperkuat pemerintahan Desa agar makin mampu menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan dan menyelenggarakan administrasi Desa yang makin meluas dan efektif), bukan saja menunjukkan bentuk pemaksaan, melainkan hilangnya kesempatan bagi desa untuk mengoptimalkan apa yang dimilikinya. Penyeragaman membuat desa harus menjalankan apa yang sebetulnya tidak dibutuhkan, namun harus dijalankan, agar tidak dituding sebagai bentuk perlawanan. Maka tidak heran jika desa merumuskan dirinya bukan sebagai ujung tombak, melainkan sebagai ujung tombok. Dan kalau dilihat dalam hirarki tersebut, maka desa sesungguhnya lebih diposisikan sebagai penyedia tenaga kerja dan tentu suara ketika musim pemilu datang. Reformasi telah memperlihatkan dengan sangat jelas bahwa langkah yang dilakukan oleh Orde Baru merupakan langkah yang tidak benar, dan bahkan tidak sesuai dengan konstitusi. Pada bagian menimbang UU No.22 tahun 1999 dinyatakan: (d) bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan keadaan, Sehingga perlu diganti; dan (e) bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti. Konsep desa berubah, dari penyeragaman menjadi (UU No.22 tahun 1999): Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, Konsepsi ini ditegaskan kembali dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang desa, yang menyatakan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apa yang kita lihat adalah semangat: (a) menempatkan desa sebagai subyek pembangunan; dan (b) mengakui adanya keberagaman, dan dengan demikian desa mendapatkan ruang kesempatan yang lebar untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada. SUMBER (http://www.rumahsuluh.or.id/sistem-informasi-desa-sid/ )

B. Memperkuat Prakarsa Desa

Tentu kita menyambut penuh antusias adanya perubahan dan penguatan posisi desa. Namun, kita juga percaya bahwa terbitnya kebijakan bukan akhir dari proses. Dalam soal ini, kita sangat perlu untuk melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan, guna membunyikan kebijakan yang sudah hadir. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam UU Desa, posisi desa sangat strategis. Pada bagian menimbang dikatakan:
  1. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
  2. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera;
Apa maknanya? Bahwa desa kini memiliki posisi dan tanggungjawab yang sangat besar. Oleh sebab itulah, desa berhak atas ruang kesempatan yang lebih lebar, termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan informasi pembangunan. Dalan UU Desa pasal 86 telah diatur suatu ketentuan:
  1. Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
  2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.
  3. Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.
  4. Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.
  5. Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan.
  6. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota untuk Desa.
Kesemuanya harus dilihat dalam kerangka memperkuat posisi desa, dan menjadikan desa sebagai arena yang memungkinkan rakyat desa dengan seluruh sumberdaya yang dimilikinya memainkan peran strategis: menjadi bagian dalam usaha mempercepat pencapaian cita-cita proklamasi kemerdekaan.

C. Sistem Informasi Desa dan Kawasan

Pengembangan system informasi desa dan kawasan, dengan demikian tidak bisa dilihat sebagai langkah teknis dan administrative. Akses informasi harus diletakkan dalam kerangka yang lebih luas: suatu pintu yang membuka banyak kemungkinan bagi desa untuk ambil bagian dalam mengurus urusan rumah tangganya, dan pada saat yang bersamaan menjadi langkah kontribusi desa dalam ikut menjadi bagian dari penyelesaian masalah-masalah bangsa. Oleh sebab itu pula, konsepsi system informasi desa, penting untuk dilihat tidak dalam kerangka dari atas ke bawah, tetapi juga dari bawah ke atas dan dinamika relasi tersebut. Pemerintah Daerah dalam hal ini punya kewajiban untuk mengembangkan system informasi desa, namun di sisi yang lain, desa dan para pihak yang mendorong pembangunan desa, juga memiliki kesempatan untuk memajukan suatu system, terutama agar informasi yang tersedia benar-benar informasi yang punya makna dalam gerak maju desa.

Dalam soal yang terakhir ini, desa sendiri harus mulai dengan tiga kebaruan, yakni: (1) kesadaran baru – suatu kesadaran yang menempatkan informasi sebagai titik penting dalam keseluruhan pergerakan desa untuk membangun; (2) ketrampilan baru – pada khususnya dalam menghimpun, mengolah, mengelola dan menggunakan informasi, termasuk penggunaan teknologi informasi; dan (3) kebiasaan baru. Apa yang paling utama dari hal yang terakhir ini adalah bahwa soalnya bukan terletak pada penghimpunan informasi dan menatanya menjadi sumber informasi yang akurat. Soal utamanya adalah apakah desa akan punya kemampuan mempergunakan semua informasi yang ada menjadi elemen penting penggerak seluruh pihak di desa untuk bersama-sama membangun desa? Kemampuan inilah yang harus berkembang, sehingga system informasi desa, bukan menjadi hal yang bermakna bagi pihak luar, tetapi bermakna bagi desa dan warga desa sendiri. SUMBER (http://www.rumahsuluh.or.id/sistem-informasi-desa-sid/ )